Kamis, 24 Maret 2011

Buat ananda Ancu' Amar



Ichsan Amar, Fahmi Syariff, Ali Walangadi (Almarhum), Udhyn Palisuri, Jacob Marala
Tulisan yang diposkan oleh Yazier, sengaja saya bubuhkan di blog ini untuk digunakan sebagai bahan perbandingan dengan tulisan cerpen asli Putu Wijaya, yg pernah kami pentaskan di Graha Bhakti Budaya Taman Izmail Marzuki 
22. GERR
Kehidupan keluarga saya juga mengalami kegoncangan. Saya merasa diri saya terbunuh. Menyandang ke kakacauan, saya tidak lihat lagi wajah saya. Lalu saya tulis GERR. Tentang seorang suami yang mati tetapi bangun dan hidup lagi. Seluruh keluarga yang sudah menangis 3 hari tiga malam terkejut. Terlal;u sulit buat mereka untuk menerima perubahan itu harus dikembalikan lagi. Lalu mereka mengejar lelaki itu untuk dibunuh, supaya sem,uanya berlanjut. Lelaki itu menjerit minta tolong. Lakon ini bermula adalah sebuah cerita pendek berjudul TOLONG. Dalam lakon, p[enggali kubur muncul dan menasehati agar lelaki itu bertukar nama supaya selamat..

Plot dalam Drama GERR Karangan Putu Wijaya
I. Pengantar
Drama merupkan salah satu karya sastra yang mempunyai kedudukan yang setara dengan karya sastra yang lain. Akan tetapi masih sedikit sekali sastrawan di Indonesia yang membuat karya drama. Jika dibandingkan dngan karya sastra yang lain, seperti prosa dan puisi. Karya sastra drama yang diciptkan masih jauh lebih sedikit. Hal mengakibatkan karya sastra ini masih dirasa kurang akrab dengan kahalayak umum atau masyarakat umum.
Masyarakat umum masih memandang karya drama sebagai karya pemanggungan saja. Merka masih tidak menyadari bahwa karya drama juga memiliki sisi sastra. Dalam drama juga memiliki struktur dan an tekstur drama. Kernolde, dalam The Invitation of the Theatre (1966:337—344), mengemukakan bahwa terapat enam sarana yang apat menciptakan struktur an tekstur dalam kegiatan menganalisis drama. Kernodle menyebut sarana itu sebagai nilai dramatik. Enam nilai dramatik itu merupakan ide nilai dari Aristoteles. Menurut Kernolde, enam nilai dramatik yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah plot, karakter, tema, dialog, musik, (ditafsirkan sebagai mood untuk drama modern), serta spectacle (kernodle, 1966:344; whiting 1961 : 130).
Namun dalam analisis drama yang berjudul GERR kali ini, lebih menganalisis tentang plot yang tetrkadung dalam drama tersebut. Plot merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah drama. Kernolde menyatakan bahwa drama hakikatnya adalah plot itu.


II. Struktur Drama
Di dalam drama, yang dimaksudkan plot adalah pengaturan insiden yang berlagsung di atas panggung (Kernolde, 1966:345). Plot dipandang penting oleh Arinstoteles karena plot merupakan jalan cerita sebuah drama yang di dalamnya terdapat skema-skma action para tokohnya di atas panggung (whiting,1961:131—132).
Aristoteles membagi plot drama (dramatic plot ) menjadi empat bagian yaitu :
1. Protasis : tahap permulaan.
2. Epitasio : tahap jalinan kejadian.
3. Catastasis : bagian penutup drama.
Kemudian Gustaf Freytag mengembangkan ide Aristoteles tentang plot drama.Freytag membagi plot drama menjadi tujuh tahap, diantaanya adalah:
a. Tahap Exposition atau pelukisan situasi.
b. Tahap Complication.
c. Tahap Climax atau puncak.
d. Tahap Resolution.
e. Tahap Conclution atau kesimpulan
f. Tahap Catasrophe.
g. Tahap Denounement.
III. Tahap Exposition
Tahap ini berupa pelukisan situasi. Tahap ini memberikan informasi pada pembaca atau penonton tentang peristiwa sebelumnya, situasi sekarang, atau situasi yang sedang dialami oleh tokoh-tokohnya (kernodle, 1966:337-338).
Tahap exposition dalam drama gerr karya putu wijaya terdapat pada monolog halaman tujuh dan dialog halaman Sembilan sebagai berikut:

Monolog halaman Tujuh :
Bima tiba-tiba mati. Seluruh keluarganya berkabung dan merubung di sekitar peti mati. Duka, suka, berbagai perasaan masing-masing berdesak di sekitar ruangan itu. Ayah, ibu, istri, anak, saudara, tetangga teman tamu dan petugas kemanan semuanya lengkap hadir. Tak lama lagi Bima akan dikubur. Semua orang karena spontanitas, pernyataan jujur maupun tugas, serentak menangis bersama-sama dalam erangan bersama. Mereka mengumpulkan sebuah gelombang besar untuk menggulingkan peti mati itu ke dalam tiang yang telah menganga. Hanya dua penggali kubur yang tegak di sisi pacul dan skop tampak tenang. Mereka menunggu sabar upacara menangis itu yang telah menjadi santapan mereka setiap hari. Dengan dingin dan perasaan yang jauh dari peristiwa itu mereka juga menghisap dan mengebulkan asap rokoknya.
Dialog halaman sembilan :

Sementara yang menangis bertambah seru. Seseorang meju ke depan peti mati dan meratap berkepanjangan.

Nenek :Tuhan, betapa tega-Nya Engkau merenggut anak muda harapan kami ini. Anak lelaki ini telah berjuang sejak kecil dengan geregetan, sekarang kau sikut begitu saja, seakan-akan tidak ada yang lebih layak untuk ditarik dari peredaran, padahal di situ di pingir kali banyak sekali orang tua-tua yang ogah hidup lagidengan sukarela menyerahkan bacotnya kalau Kamu panggil. Tapi cucu saya ini. Terlalu… nggak salah ini. Barangkali salah panggil ya ! Hati-hati dong. Lihat akibatnya. Satu gerombolan di sini sampai copot matanya menangis. Itu lihat anak-anaknya, istrinya, mertuanya dan yang lain-lain. Lihat saya Hamba-Mu yang sudah bangkotan ini. Aku memang tidak menangis, karena sejak zaman Belanda, Jepang sejak zaman revolusi aku sudah menangis habis-habisan. Mataku sudah kering. Kalu aku menangis lagi, nanti mataku copot dari liangnya, nanah sudah pernah keluar dari mata tua ini. Meskipun tidak menangis , hatiku sudah berantakan, berserakan dimana-mana. Sungguh mati Gusti aku tidak bisa terima ini. Aku protes! Yang nggak? (Tanya kepada orang-orang lain) hee ya nggak? Kalian kok bilang enggak kalau memang tidak. Apa gunanya menangis tiga hario tiga malam kalu dalam hati kalian setuju. Ini bukan sandiwara Nduk ! Mereka tidak berani bicara karena penakut, akulah yang mewakili mereka. Aku tidak setuju semua ini. Tidak. Ini tidak adil ! Coba bayangkan, cucu saya ini anak-anaknya masih kecil-kecil. Penyakitan lagi. Dia dudah berjuang…(tidak dapat melanjutkan kata-katanya)
Paparan dialog di atas mejelaskan bahwa tokoh utama dalam drama tersebut yang bernama Bima telah meninggal dan semua keluarga serta kerabat dekatnya merasa tepukul dan kehilangan Bima. Dialog tersebut telah memberikan informasi kepada pembaca atau penonton terhadap kejadian yang terjadi dalam drama tersebut. Bahwa bima adalah orang yang sangat dicintai oleh keluarga dan kerabat dekatnya.
IV. Tahap Complication
Tahap ini ditandai dengan muculnya kerumitan atau komplikasi yang diwujudkan melaului jalinan kejadian.(Kernolde, 1966:Harymawan,1988:19)
Tahap Complication dalam drama gerr karya putu wijaya terdapat pada monolog halaman tiga puluh dan dialog halaman tiga puluh lima sebagi berikut:
Monolog halaman tiga puluh:
Seketika keadaan panik. Penggali kubur segera berlari menyelamatkan anak. Istri yang yang kelihatannya memeng sudah rebah. Orang-orang segera menyelamatkannya. Jasa-jasa almarhum segera bergoyang-goyang. Suara-suara bising. Para petugas keamanan nyemprit. Penggali kubur yang pingsan segera bangun. Berdua mereka segera mengankat tutup peti. Bima diam saja tercengang. Ian baru terkejut ketika kedua penggali kubur menutup peti dengan paksa. Kedua penggali kubur memeluk peti itu. Yang satu jongkok di atasnya. Orang-orang lain meundur ke belakang. Bima mengetuk-ngetuk dalam peti.Kemudian ia menolakkan tutup peti sehingga penggali kubur jatuh, tapi segera bangun ladi dan menutup peti.
Dialog halaman Tiga puluh lima :

Penggali kubur : Kamu ngomong ? Bob ! kamu bilang mayat ini tidak bisa ngomong

Penggali kubur : Awas Jon.

Penggali kubur : Kamu ngomong ?

Bima : Ya.

Penggali kubur : Astagfirullah ! (jatuh)

Penggali kubur : Jangan main-main. Kamukan sudah mati.

Bima : Mati ? Siapa yang mati ?

Penggali kubur : Anda

Bima : Saya mati ? Gila, siapa yang mati ?

Penggali kubur : (yang jatuh bangun lagi ) Fantastis. Aku sedah mati belum?

Bima : Siapa yang mati :

Penggali kubur : Mayat kok bisa bicara ?

Bima : Mayat ? siapa yang mayat ?

Penggali kubur : Awas Bob jangan terlalu dekat.

Penggali kubur : Stttt! Terus saja ajak bicara.

Bima : Masak sudah lupa?

Penggali kubur : (mengedipkaj mta dan ketawa jelek )Ya, ya. Dan saya Jon. Kita pernah minum sama-sama di warung.

Bima : Ya, Jon Lennon Sofian. Apa kabar ? (mengulurkan tangan )

Penggali kubur : Ya, ya, baik.

Bima : Salaman dong. Kita kan kawan lama.

Penggali kubur : Ya, ya. Tapi tidak usah salaman, tangnnya kotor abis menggali kubur ini.

Bima : Tidak apa. Ayo (sambil mengulurkan tangnnya) kubur siapa?

Penggali kubur : Nah rasain lhu! Yah begiutulah pekerjaan.

Bima : Sini dong, apa kabar ?

Penggali kubur : (yang satu mecari sesuatu untuk memukuldan member isyarat supaya temannya mendekat ) Ayo salaman!
Dari dialog dan monolog diatas terlihat sangat jelas bahwa terjadi komplikasi di sana melalui jalinan kejadian. Terlihat bahwa Bima yang sudah mati denagn sangat mengejutakan tiba-toiab bangun dan hidup kembali, semla orang-orang tidak sadar akan hidupnya si Bima. Tetai setelah beberapa orang-orang panic dan berlarian serta berteriak ketakutan. Orang-rang masih tidak percaya bahwa Bima telah hidup lagi. Merka menyngka bahwa itu bukanlah Bima melainkan roh jahat yang masuk ke dalam tubuh Bima.

V. Tahap Klimaks atau Puncak
Pada tahap klimaks ini, seluruh konflik mecncapai titik kulminasinya. Disamping itu, dalam drama modern sering dijumpai klimaks lebih dari satu kali. Klimaks itu biasanya berupa klimaks kecil, yang oleh Kernolde disebut sebagai ketegangan besar (great suspense) dan krisis besar (major krisis) (1966:348). Karena dalam drama GERR ini termasuk drama modern, jadi terdapat lebih dari satu klimaks yaitu ketegngan besar dan krisis besar.
Tahap klimaks pada drama GERR karya Putu Wijaya tedapat pada dialog sebagai berikut:

Ketegangan besar pada Dialog halaman 45 dan 46 :
Anak Bima yang deklamasi dati maju.

Anak : Ini bukan Bukan Ayah! Bukan! Bukan Ayah! Ayah sudah meninggal! Ini setan(mengambil sesuatu dan melempari Bima) Pergi! Perg!

Istri : (memegangi anaknya) Sudahlah Mas kami relakan. Kita dulu sudah hamper bercerai. Terlalu banyak perbedaan, apa yang dipikirkan lagi. Aku akan menjaga anak-anak kita. Percayalah. Aku akan merawat mereka. Pergilah denga tenang, jangan ingat kami. Teruskan perjalanan Mas baik-baik…(masih mau ngomong tapi takut hanya bisa komat-kamit)
Seseorang mendekati mamagengi istri dan melindunginya. Bima tertegun.

Bima : Koko!

Koko : Ya , saya Koko bung. (Maju) Saya tidak sempat minta maaf pada Bung. Sekarang saya minta maaf. Tapi saya bersumpah bahwa vsaya benar-benar mancintai Sitta, saya tidak bisa melupakan istri Bung. Say berjanji akan merawat anak Bung. Percayalah, Dan saya berjanji akan mencintai Sita unutk selama-lamanya, apa pun yang terjadi.Percayalah dia tidakakan menderita dengan saya ! jadi jangan ragu (maju lagi mandekat). Pergilah dengan tenang. Semuanya akan beres. Kami akan mengenangkan Bung sebagai orang bijaksana , yang berhati agung, yang mengerti segalanya denga penuh maaf. Saya kira tidak ada orang yang begitu mengerti, begitu agung seperti Bung. Saya respek pada Bung. Jadi pergilah dengan baik-baik.

Bima : Bajingan!

Koko : Ya, saya mengerti ini pahit sekali. Saya mengerti perasaan Bung. Tapi Tapi ini kenyataan harus kita terima, Bung.

Bima : Bajingan Aku tidak ingin mempertahankan apa yang aku miliki, anjing! Aku hanya mempertahankan kehormatanku sebakai suami yang kau hina. Pergi anjing!

Koko : Tidak bung. Saya lakukan semua dengan jujur Percayalah dengan kejujuran, bbukan kerena nafsu birahi. Mari kita saling memaafkan . (mengulurkan tangan)

Bima : Ya tuhan!Terkutuk kamu (gemetar tapi tak bisa bilang apa-apa- mulutnya komat kamit menyumpah-nyumpah memandang Koko)

Bapak : Bima, sudahlah. Pergi dengan beik-baik.

Ibu : Rumah peningalanmu sudah kami jual untuk membiayai upacara penguburan ini. Mobilnya sudah kami berikan kepada orang lain, supaya kami tidak terlalu ingat kamu. Uang simpananmu di Bank sudah kami ambil karena anak-anak istrimu mau pindah kota. Sedangkan barang-barang yang lain…

Bima :Diammmmm!

Dari dialog di atas jelas terlihat terjadi ketegangan besar. Bima tekejut melihat Koko sedang memegang istrinya dan melindunginya. Ternyata bima tahu, bahwa istrinya tidak sepenuhnya mencintai Dia, dan istrinya diam-diam telah menyimpan perasaan terhadap Koko. Bima lebih terkejut lagi ketika ibunya menjelaskan bahwa Rumahnya telah dijual unutk biaya memakaman, mobilnya diberikan pada orang lain serta tabungannya telah diambil karena anak istrinya mau pindah. Bima telah sadar bahwa orang-orang terdekanya tidak sepenuh hati mencintai Bima. Mereka hanya pura-pura saja.
Krisis besar terdapat pada dialog halaman 65 dan 66:

Keduanya sama-sama menarik kaki Bima yang sudah keluar tapi kepalanya belum bisa. Tiba tiba dari segala arah muncul segerombolan mumi menghampiri peti hendak mengangkatnya.

Penggali kubur : He lihat mereka sudah datang !

Penggali kubur : He! gila kamu ada ulat-ulat besar ini.

Penggali kubur : Hee Bung! Bung Bima. Keparat Kamu. Bangun !ini tidak main-main. Lihat ulat-ulat itu datang ! Tahan dulu Bob!
Bom maju mendorong mumi itu. Mereka berjatuhan tapi mereka maju terus. Bob memukulnya dan menyeretnya. Tapi mereka bandel terus hendak menghampiri peti.

Penggali kubur : Jon! Tidak bisa jon. Tolong! Aduh. (Jon datang menolong).
Mereka memukuli mumi itu. Tapi sementara itu kaki Bima masuk ke peti lagi.
Dari dialog di atas merupakan klimaks kedua atau krisis besar. Disana terlihat bahwa terjadi suasana yang menegangkan ketika pengali kubur berusaha menolong Bima untuk keluar dari peti di tengah hadangan mumi. Tapi terdapat hal yang janggal disini, tiba-tiba terdapat mumi untuk menguburkan Bima.
VI. Tahap Denouement, Resolution, Catshrophe, dan Conclution.
Pada tahap terakhir ini terdapat empat tahap yang digabungkan menjadio satu. Karena drama GERR ini termasuk drama modern, jadi dalam drama ini tidak secara patuh oleh para penulis drama modern. Karena menurut penulis drama modern pola yang konhensional tersebut dianggap tidak menarik.
Pada tahap resolution atau resolusi. Mulai tergambaar rahasia motif tiap tokohnya. Kemudian ada tahap conclusion atau kesimpulan. Tahap catastrophe, pada tahap ini Freytag mengartikan dengan bencana baru. Kemudian, adalah denounement yakni penyelesaian. Denouement ini berasal dari perancis unutuk “pelepasan ikatan” plot (kernodle, 1966:348;harymawan, 1988: 19)
Tahap ke enam dalam drama gerr karya putu wijaya terdapat pada dialog dan monolog halaman 68 dan 69 sebagai berikut.

Penggali kubur : Kita berpisah dulu di sini. Kami menjalankan tugas. Ayo jalan.

Penggali kubur :Supaya selamat, lebih baik ganti nama.

Penggali kubur : ya daripada dauber-uber. Baju juga harus diganti. Terpaksa kan Bung? Apa boleh buat.

Bima diam saja. Penggali kubur itu menukar baju Bima. Mereka membalut bima dengan kain-kain putih. Bima diam saja. Semntara itu mumi atau ulat putih itu mulai mengangkat peti. Lalu orang-orang itu ikut bergabung dalam sebuah prosesi sambil menggumamkan doa. Peti itu diarak ke belakang ke bagian panggung yang tinggi. Tali dengan bungkusan jasa turun lagi. Sedang di bagian depan panging dua buah lampion besar sekali telah sikarek naik perlahan-lahan. Terdengar sayup-sayup nyanyian bersama. Kedua penggali kubur menepuk-nepuk lalu mengambil cangkul dan sekop mengiringi prosesi. Tapi kemudian mereka menemukan kain merah. Cepat mereka kembali dan mengalungkan kain itu ke leher Bima. Kemudian kembali bergabung dengan iring-iringan prosesi. Bima tinggal sendirian. Ia memandangi prosesi itu. Kemudian berbalik. Badannya gemetar. Ia coba menahan diri. Tapimakhirnya ia tidak bisa menahan tangisnya. Ia menangis dengan perkasa. Waktu itu suara nyanyian bertambah keras. Lagunya: Janga menang9is Indonesia. Dan seterusnya…dan seterusnya.
Dari dialog dan monolog di atas terdapat empat tahap plot yaitu Denouement, Resolution, Catshrophe, dan Conclution yang terangkum menjadi satu. Di monolog tersebut mejelaskan bahwa terjadi penyelasian ketika Bima yang telah keluar dari peti disarankan oleh penggali kubur untuk menganti nama, supaya tidak dikejar-kejar lagi. Dan dapat disimpulkan bahwa keluarga Bima menghedaki bahwa Bima harus mati sebagaimana mestinya dan keluarganya tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bima hidup kembali.

Diposkan oleh yazier di 22:06   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar